Teori perkembangan kognitifisme dikembangkan oleh Jean Piaget(1896-1980). Teorinya yang terkenal adalah ‘perkembangan kognitif‘ yang memandang bahwa kemampuan berpikir seseorang itu melalui perubahan-perubahan gradual dan berurutan di mana proses mental menjadi semakin kompleks. Dan aliran ini mulai muncul pada tahun 60-an sebagai gejala ketidakpuasan terhadap konsep behavioristik. Menurut teori kognitifisme, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Gerakan ini tidak lagi memandang manusia sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif terhadap lingkungan, melainkan sebagai makhluk yang selalu berfikir (Homo Sapiens). Paham kognitifisme ini tumbuh akibat pemikiran-pemikiran kaum rasionalisme.Dalam model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Berikut adalah ciri-ciri dari aliran kognitifisme:
mementingkan apa yang ada dalam diri manusia mementingkan keseluruhan daripada bagian-bagian mementingkan peranan kognitif mementingkan kondisi waktu sekarang mementingkan pembentukan struktur kognitif mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia mengutamakan insight (pengertian, pemahaman) Tokoh-tokoh dalam hal ini, seperti Jean Piaget, Brunner, dan Ausuble.
1. JEAN PIAGET
4 Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget:
Tahap | Perkiraan Usia | Kemampuan Utama |
1. Sensori motor | Lahir – 2 Tahun | Terbentuk konsep dasar “Kepermanenan Obyek” |
2. Praoperasi | 2 Tahun – 7 Tahun | Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol, egosentris, dan sentral |
3. Operasi Konkrit | 7 Tahun – 11 Tahun | Berpikir logis, penggunaan operasi-operasi dapat balik, desentrasi |
4. Operasi Formal | 11 Tahun – Dewasa | Pemikiran abstrak, pemecahan masalah dengan eksperimentasi sistematis |
Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Piaget:
Belajar aktif Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi simbol-simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
Belajar lewat interaksi sosial Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin beragam.
Belajar lewat pengalaman sendiri Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.
2. JA. Brunner
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah tahap enaktif, dimana siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan. Tahap kedua adalah tahap ikonik dimana ia melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga adalah tahap simbolik, dimana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan. Brunner menyatakan bahwa dalam belajar ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu, intuisi, dan cara membangkitkan motivasi belajar.
Maka dalam pengajaran di sekolah Brunner mengacukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup:
v Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar
Pembelajaran dari segi siswa adalah pembelajaran yang membantu siswa dalam hal mencari alternative pemecahan masalah. Dalam mencari pemecahan masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan. Artinya dalam pembelajaran dibutuhkan pengalaman-pengalaman untuk melakukan sesuatu dengan tujuan mempertahankan pengalaman-pengalaman yang positif. Karena itulah diperlukan arahan dari guru agar siswa tidak banyak melakukan kesalahan. Maka guru harus memberikan kesempatan sebaik-baiknya agar siswa memperoleh pengalaman optimal dalam proses belajar dan meningkatkan kemauan belajar.
v Perstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak-anak
v Perincian urutan penyajian materi pelajaran
Pendekatan pembelajaran dilakukan dengan siswa dibimbing melalui urutan masalah, sekumpulan materi pelajaran yang logis dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan dalam menerima, mengubah dan mentransfer apa yang telah dipelajari. Urutan materi sangat berpengaruh pada tingkat kemampuan siswa dalam menguasai materi tersebut. Yang mempengaruhi dalam urutan optimal suatu materi adalah factor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
v Cara pemberian “reinforcement”
Brunner mendukung adanya hadiah dan hukuman dalam pembelajaran yang digunakan sebagai reinforcement untuk siswa. Sebab Brunner mengakui bahwa suatu ketika hadiah ekstrinsik bisa berubah menjadi dorongan yang bersifat intrinsik. Demikian juga pujian dari guru adalah dorongan bersifat ekstrinsik dan keberhasilan memecahkan masalah menjadi dorongan yang bersifat intrinsik.
3. David Ausuble
Ausuble mengemukakan tentang belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Prasyarat belajar bermakna adalah: materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial dan anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.
Empat prinsip pembelajaran, antara lain:
Pengatur Awal (Advance Organizer) Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal yang tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi pelajaran, terutama materi pelajaran yang mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
Diferensiasi Progresif Di dalam proses belajar bermakna perlu adanya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Caranya unsure yang paling umum dan inklusif diperkenalkan lebih dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
Belajar Superordinat Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif.
Penyesuaian Integratif Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausuble juga mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integrative. Caranya, materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.
Kelompok teori kognitif beranggapan bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Prinsip-prinsip teori kognitifisme; menurut teori kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan kontek situasi secara keseluruhan. Yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner, teori belajar bermakna Ausebel dll.
Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin komplek dan ini memungkinkan kemampuannya meningkat (Traves dalam Toeti 1992:28). Oleh karena itu proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan ini bersifat hierarkis yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang tidak dapat mempelajari sesuatu diluar kemampuan kognitifnya.
Ada empat tahap perkembangan kognitif anak yaitu:
Tahap sensori motorik yang bersifat internal ( 0-2 tahun) Tahap preoperasional (2-6 tahun ) Tahap operasional konkrit (6-12 tahun) Tahap formal yang bersifat internal (12-18 tahun)
Teori kognitif Bruner
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah tahap enaktif, dimana siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan. Tahap kedua adalah tahap ikonik dimana ia melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga adalah tahap simbolik, dimana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning)
Aliran Psikologi Kognitif
Aliran kognitif mulai muncul pada tahun 60-an sebagai gejala ketidakpuasan terhadap konseps manusia menurut behaviorisme. Gerakan ini tidak lagi memandang manusia sebagai makhluk yang bereaks secara pasif terhadap lingkungan, melainkan sebagai makhluk yang selalu berfikir (Homo Sapiens). Paham kognitifisme ini tumbuh akibat pemikiran-pemikiran kaum rasionalisme.
Tokoh-tokohnya antara lain: Gestalt, Meinong, Ehrenfels, Kohler, Max Wetheimer, dan Koffka. Menurut mereka manusia tidak memberikan respons secara otomatis kepada stimulus yang dihadapkan kepadanya karena manusia adalah makhluk aktif yang dapat menafsirkan lingkungan dan bahkan dapat mendistorsinya (merubahnya). Pada dasarnya mereka berpandangan bahwa manusialah yang menentukan makna stimuli itu, bukan stimuli itu sendiri.
Ciri-ciri aliran kognitif:
-->mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
-->mementingkan keseluruhan daripada bagian-bagian
-->mementingkan peranan kognitif
-->mementingkan kondisi waktu sekarang
-->mementingkan pembentukan struktur kognitif
-->mengutamakan keseimbangan dalam diri manusia
-->mengutamakan insight (pengertian, pemahaman)
Konsep Pembelajaran Kognitif
Pengembangan konsep pembelajaran kognitif sudah tentu sangat dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif. Terdapat tiga tokoh penting di dalamnya yaitu: Piaget, Bruner dan Ausuble.
Jean Piaget
Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan Piaget, antara lain:
-->Belajar aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi symbol-simbol; mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.
-->Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini memperkuat pendapat dari JL. Mursell.
-->Belajar lewat pengalaman sendiri
Dengan menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke verbalisme.
JA. Brunner
Brunner menyatakan bahwa dalam belajar ada empat hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu, intuisi, dan cara membangkitkan motivasi belajar. Maka dalam pengajaran di sekolah Brunner mengaukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup:
-->Pengalaman-pengalaman optimal untuk mau dan dapat belajar
Pembelajaran dari segi siswa adalah pembelajaran yang membantu siswa dalam hal mencari alternative pemecahan masalah. Dalam mencari pemecahan masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan. Artinya dalam pembelajaran dibutuhkan pengalaman-pengalaman untuk melakukan sesuatu dengan tujuan mempertahankan pengalaman-pengalaman yang positif. Karena itulah diperlukan arahan dari guru agar siswa tidak banyak melakukan kesalahan. Maka guru harus memberikan kesempatan sebaik-baiknya agar siswa memperoleh pengalaman optimal dalam proses belajar dan meningkatkan kemauan belajar.
-->Perstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak-anak
-->Perincian urutan penyajian materi pelajaran
Pendekatan pembelajaran dilakukan dengan siswa dibimbing melalui urutan masalah, sekumpulan materi pelajaran yang logis dan sistematis untuk meningkatkan kemampuan dalam menerima, mengubah dan mentransfer apa yang telah dipelajari. Urutan materi sangat berpengaruh pada tingkat kemampuan siswa dalam menguasai materi tersebut. Yang mempengaruhi dalam urutan optimal suatu materi adalah factor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
-->Cara pemberian “reinforcement”
Brunner mendukung adanya hadiah dan hukuman dalam pembelajaran yang digunakan sebagai reinforcement untuk siswa. Sebab Brunner mengakui bahwa suatu ketika hadiah ekstrinsik bisa berubah menjadi dorongan yang bersifat intrinsic. Demikian juga pujian dari guru adalah dorongan bersifat ekstrinsik dan keberhasilan memecahkan masalah menjadi dorongan yang bersifat intrinsic.
David Ausuble
Ausuble mengemukakan tentang belajar bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Prasyarat belajar bermakna adalah: materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial dan anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.
Empat prinsip pembelajaran, antara lain:
-->Pengatur Awal (Advance Organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan pengatur awal yang tepat dapat meningkatkan pemahaman berbagai macam materi pelajaran, terutama materi pelajaran yang mempunyai struktur yang teratur. Pada saat mengawali pembelajaran dengan presentasi suatu pokok bahasan sebaiknya “pengatur awal” itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
-->Diferensiasi Progresif
Di dalam proses belajar bermakna perlu adanya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Caranya unsure yang paling umum dan inklusif diperkenalkan lebih dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
-->Belajar Superordinat
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya merupakan unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas dan inklusif.
-->Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat siswa kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausuble juga mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integrative. Caranya, materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.
KESIMPULAN
Pada dasarnya konsep pembelajaran kognitif disini menuntut adanya prinsip-prinsip utama sebagai berikut:
-->Pembelajaran yang aktif, maksudnya adalah siswa sebagai subyek belajar menjadi factor yang paling utama. Siswa dituntut untuk belajar dengan mandiri secara aktif.
-->Prinsip pembelajaran dengan interaksi social untuk menambah khasanah perkembangan kognitif siswa dan menghindari kognitif yang bersifat egosentris.
-->Belajar dengan menerapkan apa yang dipelajari agar siswa mempunyai pengalaman dalam mengeksplorasi kognitifnya lebih dalam. Tidak melulu menggunakan bahasa verbal dalam berkomunikasi.
-->Adanya guru yang memberikan arahan agar siswa tidak melakukan banyak kesalahan dalam menggunakan kesempatannya untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang positif.
-->Dalam memberikan materi kepada siswa diperlukan penstrukturan baik dalam materi yang disampaikan maupun metode yang digunakan. Karena pengaturan juga sangat berpengaruh pada tingkat kemampuan pemahaman pada siswa.
-->Pemberian reinforcement yang berupa hadiah dan hukuman pada siswa. Saat melakukan hal yang tepat harus diberikan hadiah untuk menguatkan dia untuk terus berbuat dengan tepat, hadiah tersebut bias berupa pujian, dan sebagainya. Dan sebaliknya memberikan hukuman atas kesalahan yang telah dilakukan agar dia menyadari dan tidak mengulangi lagi, hukuman tersebut biasa berupa: teguran, nasehat dan sebagainya tetapi bukan dalam hukuman yang berarti kekerasan.
-->Materi yang diberikan akan sangat bermakna jika saling berkaitan karena dengan begitu seseorang akan lebih terlatih untuk mengeksplorasi kemampuan kognitifnya.
-->Pembelajaran dilakukan dari pengenalan umum ke khusus (Ausable) dan sebaliknya dari khusus ke umum atau dari konkrit ke abstrak (Piaget).
-->Pembelajaran tidak akan berhenti sampai ditemukan unsur-unsur baru lagi untuk dipelajari, yang diartikan pembelajaran dengan orientasi ketuntasan.
-->Adanya kesamaan konsep atau istilah dalam suatu konsep bisa sangat mengganggu dalam pembelajaran karena itulah penyesuaian integrative dibutuhkan. Penyesuaian ini diterapkan dengan menyusun materi sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.
Oleh: Muhammad Thohir
Kognitifisme merupakan pendekatan teoretik dalam memahami pikiran manusia. Sumber Wikipedia menyebutkan kognitivisme sebagai model-model pengolahan (processing) informasi di mana fungsi mental dapat dipahami dengan menggunakan metode kuantitatif, positivistik dan saintifik. Dengan demikian, bagian ini akan mencoba memaparkan soal misteri kemampuan manusia dalam menerima, memproses, menyimpan, mengeluarkan dan mengunakan sebuah informasi. Teori kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku (behaviorisme) yang yang telah berkembang sebelumnya. Teori ini memiliki pandangan bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Ahli yang terkenal dalam teori ini adalah Jean piaget, seorang filosuf Swiss yang terkadang populer juga dengan sebutan bapak psikologi kognitif (1896-1980). Teorinya yang terkenal adalah ‘perkembangan kognitif ‘ yang memandang bahwa kemampuan berpikir seseorang itu melalui perubahan-perubahan gradual dan berurutan di mana proses mental menjadi semakin kompleks. Teori tersebut yang dibangun dari hasil pengamatan Piaget terhadap perkembangan anaknya ini memandang bahwa ada dua prinsip tentang pertumbuhan intelektual dan biologis, yaitu adaptasi dan organisasi. Adaptasi sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sekitar terdiri dari proses asimilasi dan akomodasi. Masing-masing dikaitkan dengan bentuk dan modifikasi skema untuk mencapai keseimbangan rasa (a balanced sense) pemahaman dunia luar.
Skema merupakan struktur mental dalam menyusun pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari hasil interaksi dengan lingkungan. Struktur mental berubah dan boleh disesuaikan dengan periode perkembangan mental. Skema digunakan untuk mengenal pasti, memproses dan menyimpan infromasi yang mengalir masuk dalam akal pikiran. Dengan kata yang lebih sederhana, skema merupakan cara seseorang berfikir, menyusun ide dan konsep berdasarkan tahap perkembangan kognitif. Semakin tinggi tahap perkembangan kognitif, semakin abstrak dan kompleks pemikiran individu yang bersangkutan. Bagi Piaget, semua orang akan melalui tahapan kognitif yang sama dalam urutan yang sama pula.
Perkembangan kognitif ini tidak berkembang secara tiba-tiba. Setiap tahap perkembangan merupakan dasar bagi perkembangan kognitif selanjutnya. Sebagai struktur perkembangan kognitif, skema berubah mengikuti proses asimilasi dan akomodasi. Adapun asimilasi merupakan proses kognitif di mana seorang individu mengintegerasikan informasi dan pengalaman baru dengan skema yang tersedia. Oleh itu, asimilasi adalah proses mencoba menempatkan dan membangun konsep-konsep baru dengan bantuan skema yang ada. Sedangkan yang dimaksud dengan akomodasi adalah proses untuk menambah skema yang ada atau menghasilkan skema baru. Sebagai bandingan, dapat dipahami pernjelasan dari Kakali Bhattacharya dan Seungyeon Han sebagai berikut.
Cognitive development is a complex process comprising three principal concepts affecting the development process: assimilation, accommodation and equilibration. All three are associated with the formation of schemata and their modification in order to attain a balanced sense of understanding of the external world
. Adapun teori perkembangan kognitif Piaget yang dimaksud terdiri dari empat tahapan kognitif, yaitu (1) tahap sensori motor, (2) tahap praoperasional, (3) tahap operasi kongkrit, dan (4) tahap operasi formal. Yang dimaksud dengan tahap sensorimotor adalah pengalaman awal seorang anak akan dunianya melalui gerak dan rasa (movement and senses) serta mulai belajar objek-objek yang permanen. Tahap sensorimotor ini dimulai sejak lahir sampai sekitar usia 2 tahun. Pada usia 2 tahun sampai 7 tahun, anak akan mengalamai tahap kognitif yang disebut dengan tahap praoperasional, yaitu tahap di mana anak mulai menggunakan simbol-simbol dan memperoleh keterampilan motoriknya. Pada tahap ini, anak cenderung memiliki mental dan sikap yang egosentrik. Berikutnya, tahap operasi kongkrit berlangsung sekitar 7 sampai 11 tahun dari usia anak. Pada tahap ini, anak mulai menampakan kemampuan berpikir logis dan tingkat kepedulian lebih tinggi tehadap segala hal yang ada di lingkungannya. Namun, kemampuan tersebut masih terbatas dalam hal-hal yang bersifat kongkrit. Adapun, tahap terakhir adalah yang disebut dengan tahap operasi formal. Tahap ini merupakan tahap kemampuan anak sebagai individu dewasa yang cakap dalam berpikir dan berargumentasi mengenai hal-hal yang abstrak. Agar lebih mudah, bandingkan paparan ini dengan tabel berikut.
Tahap | Perkiraan Usia | Kemampuan Utama |
Sensori motor | Lahir – 2 Tahun | Terbentuk konsep dasar “Kepermanenan Obyek” |
Praoperasi | 2 Tahun – 7 Tahun | Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol, egosentris, dan sentral |
Operasi Konkrit | 7 Tahun – 11 Tahun | Berpikir logis, penggunaan operasi-operasi dapat balik, desentrasi |
Operasi Formal | 11 Tahun – Dewasa | Pemikiran abstrak, pemecahan masalah dengan eksperimentasi sistematis |
Tabel: Empat tahap perkembangan kognitif Piaget
Di samping itu, menurut sumber Wikipedia, semakna dengan teori perkembangan kognitif Piaget, telah dikembangkan pula tahapan intelektual atau kognitif seperti dalam karya James Mark Baldwin yang dibagi juga persis empat tahap, yaitu (1) infancy, (2) pre-school, (3) childhood, and (4) adolescence. Setiap tahap tersebut sangat ditentukan oleh struktur kognitif umum yang mempengaruhi semua cara berpikir individu. Perkembangan kognitif anak dari satu tahap kognitif ke tahap kognitif berikutnya disebabkan oleh akumulasi berbagai kesalahan dalam memahami lingkungannya. Akumulasi ini seringkali mengantarkan anak dalam ketidakseimbangan kognitif (
a degree of cognitive disequilibrium) di mana struktur-struktur pikiran memerlukan pengaturan kembali.
Terkait dengan teori kognitif pula, teori gestalt menganggap bahwa manusia mempunyai struktur kognitif di mana otaknya mampu akan menyusun informasi dalam ingatan saat proses pembelajaran berlangsung. Kata ’gestalt’ sendiri bersumber dari ungkapan bahasa Jerman yang berarti ’bentuk, pola atau konfigurasi’ yang dipersepsi. Dengan kata lain, teori ini menyatakan bahwa terdapat dua aspek penting yaitu ’gestalt’ dan ’latar’ dalam persepsi manusia. Kedua aspek tersebut bisa bertukar kedudukannya tergantung kepada salah satu aspek mana yang dominan.
Sementara itu, dua orang psikolog Jerman, yaitu Kohler & Koffka menggunakan pendekatan kognitif dengan membandingkan hasil penelitiannya tentang bagaimana seekor kera simpanze menyelesaikan masalah agar mendapatkan sebuah pisang yang tergantung di kandangnya. Kera tersebut telah mencoba untuk mendapatkan pisang tersebut, namun beberapa kali gagal. Melihat di depannya terdapat beberapa kotak kayu di dalam kandang, maka ia menyusunnya dan menaikinya sampai memperoleh pisang tersebut. Menurut Kohler, simpanze itu telah menggunakan persepsi untuk menyelesaikan masalah bagaimana mendapatkan pisang yang tergantung. Inilah yang disebut kecerdikan akal. Kecerdikan akal merupakan kemampuan mental yang mendorong manusia membuat persepsi pertautan unsur-unsur yang ada di sekitarnya secara tiba-tiba dalam membantu menyelesaikan masalah.
Teori perkembangan kognitif
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia: - Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
- Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
- Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
- Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan: - Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
- Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
- Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan) Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
- Universal (tidak terkait budaya)
- Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
- Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
- Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
- Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Proses perkembangan
Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.